Sabtu, 26 Juni 2004 07:29:18 WIB
KEBIASAAN MELAKUKAN ONANI
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : “Ada seseorang yang berkata ; Apabila seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya ?”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : “Ada seseorang yang berkata ; Apabila seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya ?”
Jawaban.
Ini yang disebut oleh sebagian orang “kebiasaan
tersembunyi” dan disebut pula “jildu ‘umairah” dan ‘‘istimna” (onani). Jumhur
ulama mengharamkannya, dan inilah yang benar, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala
ketika menyebutkan orang-orang Mu’min dan sifat-sifatnya berfirman. “Artinya :
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka
atau budak-budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas” [Al-Mu’minun : 5-7]
Al-‘Adiy artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.
Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa
barangsiapa yang tidak bersetubuh dengan istrinya dan melakukan onani, maka
berarti ia telah melampaui batas ; dan tidak syak lagi bahwa onani itu
melanggar batasan Allah.
Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan. Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut. Kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur’an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.
Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan. Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut. Kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur’an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.
Maka ia wajib segera meninggalkan dan
mewaspadainya. Dan bagi siapa saja yang dorongan syahwatnya terasa makin
dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya (perbuatan yang tercela) hendaknya
segera menikah, dan jika belum mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Wahai sekalian para
pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera
menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan
diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendakanya berpuasa, karena puasa itu
dapat membentenginya” [Muttafaq ‘Alaih] Di dalam hadits ini beliau tidak
mengatakan : “Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau
hendaklah ia mengeluarkan spermanya”, akan tetapi beliau mengatakan : “Dan
barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat
membentenginya” Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan dua hal, yaitu :
Pertama.
Segera menikah bagi yang mampu.
Segera menikah bagi yang mampu.
Kedua.
Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan. Maka hendaklah anda, wahai pemuda, ber-etika dengan etika agama dan bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar’i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya. Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya. “Artinya : Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah Azza wa Jalla : Al-Mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan darinya. Lelaki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah” [Diriwayatkan oleh At-Turmudzi, Nasa’i dan Ibnu Majah]
[Fatawa Syaikh Bin Baz, dimutl di dalam Majalah Al-Buhuts, edisi 26
hal 129-130]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il
Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
Terkini, hal 406-409 Darul Haq]
Sumber : http://almanhaj.or.id/
0 comments:
Post a Comment